Perkembangan Psikologi Manusia

Perkembangan Psikologi Manusia

Setiap mahluk hidup akan selalu mengalami perubahan. Perubahan pada manusia meliputi perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Maka Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif baik fisik maupun psikologis untuk mencapai kedewasaan sebagai akibat dari kematangan dan pengalaman. Perkembangan fisik sering disebut pertumbuhan, akan terus berlangsung sampai usia tertentu dan kemudian berhenti. Seperti : tinggi badan, berat badan dan kemempuan motorik tertentu. Sedangkan perkembangan psikologis antara lain :
  • Perkembangan perceptual, misalnya perubahan dalam pengliahatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan.
  • Perkembangan kognitif antaralain : perubahan proses berfikir, daya ingat, kemempuan bahasa, kemampuan angka
  • Perkembangan social seperti, perkembangan mengenali orang lain, berhubungan denga orang lain, perkembangan dalam mengenali lingkungan dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
  • Perkembangan kepribadian seperti, perkembangan konsep diri dan identitas diri.
  • Perkembangan emosi seperti, perkembangan rasa senang, benci, takut, marah dll.
Begitu lahir manusia memerlukan penyesuaian diri dalam waktu yang lama,m perlu belajar dalam waktu yang panjang serta memerlukan bimbingan dan perlindungan. Oleh Karena itu untuk mencapai tujuan perkembangan ada cirri-ciri umum didalam perkembangan antara lain:
  1. Perkembangan bersifat teratur, cotiniu dan dinamis. Dengan demikian perubahan yang terjadi secara berurutan, berkelanjutan (terus-menerus) serta berkesinambungan.
  2. Bersifat progress artinya perubahan itu berjalan maju kearah kesempurnaan.
  3. Bersifat totalitas, meliputi keseluruhan dalam diri individu, tidak hanya bagian-bagian
  4. Bersifat umum ke khusus, contohnya : pada awalnya bayi menggaruk dengan menggunakan seluruh jari tangannya, dengan berkembangnya usiamaka ia cukup menggerakan jari-jari tertentu saja.
  5. Dalam perkembangannya manusia melalui tahapan-tahapan perkembangan. Artinya pada usia tertentu maka tahapan tertentu terjadi perkembangan yang khas dalam aspek tertentu. Tahapan dalam perkembangan psikologi sering juga disebut stadium.
  6. Pola perkembangan dapat diramalkan, artinya kita dapat memperkirakan perkembangan apa yang akan terjadi pada usia tertentu atau stadium tertentu.
  7. Setiap individu memiliki keunikannya masing-masing ( tiap individu bersifat unik).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Ada berbagai perbedaan pendapat mengenai factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang beberapa para ahli. Sehingga dapat disimpulkan factor-faktor tersebut antara lain :
  • Perkembangan manusia dipengaruhi kuat oleh factor lingkungan (teori Behavioristik). Tokohnya John Locke dengan teorinya “tabularasa” yang mempunyai pengertian bahwa bayi lahir seperti kertas kosong yang siap ditulisi dengan apapun. Yang memberikan tulisan adalah lingkungan dimana anak dibesarkan. Dengan demikian perkembangan manusia ditentukan oleh factor “nurture” factor pengasuhan / lingkungan.
  • Factor bawaan dari individu yang bersangkutan, (teori nativistik) tokohnya Charles Darwin (1985) menegaskan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh bawaan individu tersebut yang diwariskan dari kedua orang tuanya. Oleh karena itu menurut pandangan ini manipulasi apapun yang dilakukan untuk mengubah seseorang sangat dibatasi oleh factor bawaan dari orang yang bersangkutan.
Aspek-aspek Perkembangan Manusia
Para ahli psikologi perkembangan meninjau perkembangan manusia dari berbagai aspek, baik fisik maupun Psikologisnya. Aspek-aspek yang berkembang tersebut meliputi :
1. Perkembangan biologis
2. Perkembangan Kognitif
3. Perkembangan psikososial
4. Perkembangan pertimbangan moral
5. Perkembangan psikoseksual

Perkembangan kognitif
Tokohnya yang terkenal adalah Piaget. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh factor bawaan dan factor lingkungan dan anak aktif merespon kedua pengaruh tersebut sehingga ia mempunyai pengalamanbagi dirinya sendiri yang sering disebut “skema” (schemata) dan memunculkan istilah asimilasi dan akomodasi.
  • Tahap sensori motorik (2 tahun pertama kehidupan). Menitikberatkan pada aktivitas motorik dengan persepsinya, menemukan hubungan antara tindakan mereka dengan konsekuensi tindakan tersebut, melakukan representasi mental seperti kepermanenan objek.
  • Pra operasional (2-7 tahun): belum memahami aturan dan operasi tertentu (memisahkan, mengkombinasikan, mentransformasikan informasi secara mental dan logis).
  • Operasional kongkrit (7-11 tahun) : menggunakan istilah abstrak tetapi melakukannya berkaitan dengan objek kongkrit (melibatkan aspek sensorik)
  • Operasional formal. (11-12 thun) : mampu membuat penalaran yang bersifat simbolis, mampu melihat berbagai kemungkinanmampu membuat antisipasi dan perencanaan secara sistematis.
Dalam mengembangkan teori kognitifnya, piaget juga mengembangkan perkembangan berdasarkan atas pertimbangan moral. Hal tersebut dikarenakan perkembangan kognitif mempengaruhi dunia fisik dan social anak, dunia social selalu mengandung aturan-aturan moral. Semakin bertambah usia individu maka semakin mampu ia menggunakan pertimbangan moralnya.

Teori penalaran moral Kohlberg
Seorang alhi psikologi amerika, Lawrance Kohlberg melanjutkan penelitian Piaget tentang penalaran moral, dengan memasukan masa remaja dan masa dewasa (Kohlberg, 1969, 1976). Ia menentukan apakah terdapat stadium universal dalam perkembangan penilaian moral dengan merepresentasikan dilemma moral dalam bentuk kisah. Kohlberg yakin bahwa penalaran moral berkembang menurut usia sesuai dengan tingkatan dan stadium-stadium tersebut :

Ø Tingkat I :
Stadium 1. Orientasi pada hukuman (mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman).
Stadium 2. Orientasi pada hadiah (menyesuaikan diri untuk mendapatkan hadiah, untuk mendapatkan penghaergaan/ pujian dari orang lain.

Ø Tingkat II
Stadium 3. Orientasi anak baik ( menyesuaikan diri untuk menghindari celaan dari orang lain)
Stadium 4. Orientasi otoritas ( mematuhi hokum dan peraturan social untuk menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan bersalah karena tidak memenuhi kewajiban)

Ø Tingkat III
Stadium 5. Orientasi kontrak social ( tiindakan ditentukan oleh prinsip yang secara umum seperti hal penting bagi kesejahteraan masyarakat :prinsip dipertahankan untuk mendapatkan penghargaan dari sebayanya dan, dengan demikian menghormati diri sendiri)
Stadium 6. Prinsip Etika ( tindakan ditentukan oleh prinsip etika yang dipilih oleh diri sendiri, yang biasanya menghargai keadilan, martabat, dan kesederajatan ; prinsip dipertahankan untuk menhindari penghukuman diri)

Teori psikososial (Erik H Erikson)
Erikson yakin bahwa perkembangan individu tergantung pada hubungan social yang terjadi pada sejak awal kehidupan mereka. Selain itu ia menyatakan bahwa pada setiap stadium individu akan mengahadapi masalah atau krisis. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis hubungan social tersebut akan mempengaruhi perkembangan social pada stadium selanjutnya.

Ø Attachment (pada tahun pertama usia anak).
Perkembangan psikososial dimulai dengan adanya Attachment (perlekatan) yaitu kecenderungan bayi untuk mencari kedekatan tertentu dan merasa aman dengan kehadiran orang-orang yang dekat dengan dirinya. Perilaku social ini telah mulai pada awal usian 2 bulan. Bayi akan tersenyum pada orang tuanya (orang-orang yang dekat dengan dirinya). Para ahli psikologi yakin bahwa pada tahun pertama bayi akan belajar bahwa orang tua mereka mengasuh, memberikan kenyamanan, keamanan, memenuhi kebutuhan mereka. Dasar rasa aman dan kepercayaan pada tahun pertama kepada orang tua tersebut merupakan dasar kepercayaan kepada orang lain (Eriksson, 1976, Bowlby, 1973). Dan sebaliknya jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak diperoleh maka timbulah rasa ketidakpercayaan.

Ø Pada tahun kedua, otonomi akan diperoleh jika anak selain merasa aman mereka juga dicintai. Mereka diajar mengendalikan dorongan-dorongan mereka secara bijaksana, tidak over protected, didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatannya sendiri dengan bimbingan dari orang tua. Bila hal ini tidak diperoleh munculah sifat keragu-raguan dalam diri anak.

Ø Pada usia 3-5 yahun (pra sekolah)
Pada usia ini aktivitas yang sifatnya lebih mandiri mulai diperluas, dengan demikian juga pengendalian diri lebih dibentuk, karena hati dikembangkan mulai dari hal-hal yang boleh-tidak boleh, benar-salah, disampaikan orang tua dengan cara yang bijaksana, sehingga anak tidak ketakutan untuk melakukan berbagai aktivitas karena orang tua akan membimbing dan tidak selalu menyalahkan dirinya. Munculah inisiatif pada diri anak. Sebaliknya bila tidak memperoleh secara benar bimbingan dari orang tua timbul rasa bersalah pada diri anak, merasa tidak mampu dan tidak berharga.

Ø Masa anak sekolah sampai menjelang remaja.
Pada tahap ini anak sudah mulai mempunyai keterampilan-keterampilan tertentu yang diakui lingkungan yang lebih luas. Dimulai dari mampu membaca, menulis, bekerjasama dengan teman sebaya, berbagi tanggungjawab dan mampu mengerjakan tugas-tugas secara baik. Bila ini diperoleh maka berkembanglah perasaan kompeten pada dirinya. Sebaliknya bila ia tidak mendapatkan perasaan tersebut muncul rasa inferior pada dirinya.

Ø Pada masa dewasa, tugas penting yang berat dalam kaitannya dengan hubungan social adalah terbentuknya identitas diri. Identitas diri berkaitan dengan kemampuan menemukan “siapa dirinya dan apa tujuan hidup serta cara mencapai tujuan tersebut”. Penemuan identitas diri ini dipengaruhi oleh kemampuan memperoleh keberhasilan pada masa-masa sebelumnya.

Ø Pada masa dewasa awal komitmen terhadap diri sendiri telah berkembang lebih mantap. Ia mulai bekerja dan berkeluarga serta berisolasi secara lebih spesifik. Dengan demikian terbentuklah keintiman dalam berhubungan dengan orang lain, baik dalam wilayah keluarga maupun masyarakat yang lebih luas. Kebalikan dari keintiman adalah isolasi diri.

Ø Masa dewasa pertengahan, Eriksson menyebutnya sebagai masa generativitas. Pada saat inilah para ahli juga menyebutnya sebagai masa produktivitas (40-65 tahun). Gnerativitas diartikan sebagai masa untuk membimbing anak dan mengantar generasi selanjutnya pada kehidupan yang lebih mantap. Pada masa middle age ini paraahli juga menyebutkanadanya kemungkinan beberap individu mengalami “Midle life Crisis” krisis tengah baya (dalam istilah awam disebut sebagai masa puber kedua). Jika pada masa dewasa ini individu lebih asyik dengan dirinya sendiri maka disebut sebagai absorbs diri.

Ø Masa lanjut usia, Eriksson menyebutnya sebagai masa integritas yang berlawanan dengan masa keputusasaan (kekecewaan). Kesadaran individu terhadap kemunduran-kemunduran dalam dirinya memungkinkan untuk melakukan perenungan dan kontemplasi diri. Ia juga melihat kehidupan mas lalu yang telah terjadi, mampu mengatasi masalah-masalahnya, mampu mangantar anak-anaknya menjadi individu dewasa dan merasa bahagia dengan apa yang diperuolehnya. Saat itulah muncul integritas diri.

Perkembangan psikoseksual
Perkembangan psikoseksual ini erat kaitannya dengan perkembangan kepriabadian. Freud membagi perkembangan psikoseksual ini menjadi tiga tahapan yaitu tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (6-12 tahun) dan tahap genital (12 tahun keatas). Yang akan dibahas dalam buku ini adalah perkembangan psikolseksual pada tahap infantile yaitu lima tahun pertama dari kebidupan. Yang terbagi menjadi tiga tahap / fase . tiap-tiap fase menjelaskan pada bagian tubuh yang dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (Erogenus Zone).
  • Fase oral : terjadi pada tahun pertama, daerah mulut yang menjadi tempat pemuasan seksual yang dipilih. Menghisap, makam, minim, merupakan sumber kenikmatan. Itulah sebabnya bayi yang mendapatkan benda apapun akan dimasukan kedalam mulut.
  • Fase anal : daerah yang menjadi pemuasan secara seksual adalah daerah dubur yaitu saat anak membuang kotoran (fases). Toilet training yang dilatihkan orang tua memaksa anak untuk menunda kepuasan mengeluarkan fasesnya di sembarang tempat dan waktu. Bila masa toilet traning ini orang tua mampu membimbing anak secara benar maka anak akan merasa bahwa mengeluarkan fases adalah penting yang nantinya akan mengembangkan sifat kreatif dan produktif.
  • Fase falik : pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen dan menimbulkan kenikmatan yang besar bagi anak. Dengan cara memainkan alat kelaminnya sendiri.



Artikel Terkait
share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Srima Pom Mini, Published at 21.54