Studi Analisis Ulumul Qur’an Al-Kautsar

Studi Analisis Ulumul Qur’an Al-Kautsar

        بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِنَّآ أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ {1} فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ {2} إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ {3}

Artinya :
            “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu adalah yang terputus”.

A.  Prolog

            Surat Al-Kautsar terdidi dari 3 ayat. Surat ini surat ke seratus delapan sesudah surat Al-Maun, Al-Kautsar termasuk surat-surat Makkiyah. Dinamai Al-Kautsar yaitu sungai di surga yang di anugerahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. Surat ini turun di Mekah, surat ini sebagai penghibur hati Nabi Muhammad S.A.W.
           
Banyak sekali orang-orang atau ulama-ulama yang meragukan kebenaran surat ini, karena sebagian ada yang mengatakan surat ini turun di dua tempat yaitu di Mekah dan Madinah. Surat ini adalah surat terpendek diantara surat-surat yang lain.
           
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini turun ketika Jibril datang kepada Rasulullah pada peristiwa Hudai. Biyyah memerintahkan qurban dan sholat. Rasulullah segera berdiri khutbah fithri mungkin juga adl-ha, kemudian sholat dua raka’at dan menuju ke tempat qurban lalu memotong qurban.[1]
Intisari surat ini adalah sebagai berikut :
1.      Surat ini menganjurkan agar orang selalu beribadah kepada Allah dan berkorban sebagai tanda bersyukur atas ni’mat yang telah dilimpahkan-Nya.
2.      Sesungguhnya Kami (Allah) telah menganugerahkan banyak pemberian yang tak terhitung banyaknya. Dan Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) sebagai keutamaan yang hakekatnya sangat sulit dicapai. Jika musuh-musuhmu meremehkan keadaanmu, bahkan menyingkirkanmu, hal itu karena rusaknya cara berpikir mereka, disamping lemahnya pengertian mereka.
3.      Sesungguhnya orang-orang yang membenci Nabi Muhammad, ia akan terputus penyebutnya (tidak akan disebut) dan tidak akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Pengaruhmu masih tetap ada, dan jejak-jejak keutamaanmu akan tetap menjadi panutan sampai hari kiamat.

B. Analisa Asbab An-Nujul

            Asbab An-Nujul adlah kejadian turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Ka’kubnul Asyraf (tokoh yahudi) datng ke Mekah, kaum Quraisy berkata kepadanya : Tuan adalah pemimpin orang Madinah, bagaimana pendapat tuan tentang si pura-pura shabar yang diasingkan oleh kaumnya, yang menganggap dirinya mulia dari pada kita, padahal kita penyebut orang-orang yang melaksanakan haji, pemberi minumannya serta penjaga Ka’bah. Ka’bubnul berkata : “Kalian lebih mulia daripadanya. Maka turunlah ayat ini (S.108:3) yang membantah ucapan mereka.[2]
            Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Quraisy menganggap kematian anak laki-laki berartiputus turunan. Ketika putra Rasulullah S.A.W. meninggal, Al-‘Ashi bin wa’il berkata bahwa Muhammad terputus turunannya, maka turunlah ayat ini.  [3]

C. Analisa Makna    
            Dalam ayat ini terdapat kata-kata “Sesungguhnya kami” kata ini digunakan untuk memperkuat berita yang telah disampaikan oleh Rasulullah, karena apa yang disampaikan oleh Rasulullah tidak semua orang mempercayainya.

            Qasm (Sumpah) dalam Al-Qur’an adalah dalam pembicaraan, adalah suatu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti kongkrit. Apabila orang yang menerima berita itu mungkin akan mengingkari kebenaran berita, maka penyampaian berita itu bisa diperkuat dengan sumpah. Sehingga pemberitaan itu dapat diterima dan diyakini kebenarannya.
           
            Dalam kata-katnya Allah telah berkata “kami telah memberikan ni’mat yang banyak”
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
            Kata “Shali” artinya “Shalat” jadikanlah shalatmu itu ikhlas karena Allah. Dan sembelihlah hewan kurbanmu itu, juga dengan ikhlas karena Allah SWT. Dialah yang menganugerahkan ni’mat-ni’mat kepada kita semua yang tak terhitung banyaknya. Sebagian utama menafsirkan satu riwayat yang disampaikan kepada Ibnu Abas bahwa maksud diatas adalah Allah memerintahkan shalat lima waktu, dalam ayat kedua ini seperti yang dikatakan tadi menuntun Nabi agar shalat Idul Adha sebelum melaksanakan penyembelihan hewan kurban.

            Kalau menurut saya kata “Shali” termasuk kata umum atau juga (‘Am), sementara itu banyak ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud shalat dalam ayat ini adalah perintah shalat kepada umatnya.[4]
            Kata “inhar” yang artinya adalah dada, maka dapat disimpulkan atau bisa kita tafsirkan ayat ini adalah “Perintah shalat karena Allah SWT dan letakanlah tanganmu diatas dada”. Dikatakan dalam bukunya, Quraish Shihab tidak berpendapat demikian, karena banyak yang mengatakan Rasulullah SAW melakukan shalat dengan perbedaan-perbedaan tata cara shalat
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
            Sesungguhnya orang yang benci terhadap Nabi, ia akan terputus penyebutnya dan tidaka akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat.

            Setiap pekerjaan yang penting dan tidak dimulai dengan Bismillah, maka pekerjaan tersebut menjadi terputus. Yang dimaksud “terputus” disini adalah terputus dari rahmat Allah.

            Al-Hasan mengatakan, “kaum musrik merasa yakin bahwa upaya Muhammad itu adalah sia-sia. Dengan kata lain, tujuannya tidak akan tercapai. Kemudian Allah menjelaskan bahwa yang sia-sia itu sebenarnya upaya musuh-musuh Muhammad”.

            Jika diterima sebab turunnya ayat ini adalah ejekan kaum musrikin, ayat yang bersifat umum ini menegaskan siapa yang membenci Nabi Muhammad SAW. Maka ia adalah orang yang terputus dari kebajikan dan keturunannya.

 

 

 

 

 



Analisis Makna

v  Munasabah Antar Ayat
Dari segi makna kata a’ma dalam surat Al-Kautsar memiliki keserasian dengan kata a’tha dalam surat Shad ayat 39 dan An-Nazm ayat 34. kata-kata yang sama namun berbeda ini memiliki makna yang serasi yaitu digunakan utnuk pemberian yang bertsifat kepunyaan dan menunjukan pada pemberian.

Surat ini juga berhubungan dengan surat Al-Kafiruun. Dalam surat Al-Kautsar Allah memerintahkan agar memperhambakan diri kepada Allah, sedang dalam surat Al-Kafiruun perintah tersebut ditandaskan lagi.

Selain berhubungan dengan surat Al-Kafiruun, surat ini juga berhubungan dengan surat Al-Maa’uun. Dalam surat Al-Maa’uun dikemuk[5]akan sifat-sifat manusia yang buruk, sedang dalam surat Al-Kautsar ditunjukan sifat-sifat yang mulia, yang diperintahkan mengerjakannya.

Pada surah sebelumnya, Allah memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang yang tidak percaya terhadap kebenaran Dinul-Islam. Ciri-ciri tersebut adalah:
1.      Bersifat Bakhil,
2.      Berpaling dari shalat yang sebenarnya,
3.      Berlaku riya,
4.      Tidak pernah memberi pertolongan.








KESIMPULAN


Surat Al-Kautsar dari segi urutannya dalam mushaf merupakan surat ke seratus delapan, sebelum surat Al-Mauun. Dari segi turunnya surat ini kepada Nabi Muhammad merupakan wahyu ke empat belas.

            Sekian banyak pendapat tentang maksud Al-Kautsar mengemukakan bahwa maksud tersebut tidak kurang dari lima belas mukjizat. Al-Kautsar adalah sungai di surga yang dianugerahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

            Surat ini menerangkan bahwa Allah memberikan yang tidak terkira-kira kepada Muhammad untuk menolak tjibiran orang-orang yang musyrikin makkah yang menjelekan Nabi, karena Nabi diikuti oleh orang-orang yang lemah-lemah dan karena putra-putra Nabi yang lelaki wafat diwaktu masih kecil dan karena pengikut-pengikut Nabi sering mendapat bencana. 





















DAFTAR PUSTAKA


Prof. T. M Hasbi Ashshiddiqi. Kitab Suffi al-Qur’am dan terjemahannya. 1970
KH. Q. Shaleh. Latar Belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an. 1975. CV Diponogoro. Bandung.
Ahmad Musthofa Al-Maraghi. Terjemah tafsir. 1985. CV Thoha Putra. Semarang.




* Erni Dara Puspita. Nahasiswa STAi Tasikmalaya. Konsentrasi PGMI Tahun 2007/2008
1. Tafsir Alqur’an Al-Karim Halaman 70-71
[2] 2. Prof.T.M. Hasbi Ashiddiqi. Kitad Sutfi Al-Qur’an dan terjemahannya. 1970
  3. KH. Q Shaleh. Latar delakang turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.1975.CV-Diponogoro. Bandung
  4. Ibid
  %. Ahmad Mustopa Al-Maragi. Terjemah tafsir, 1985. CV Thoha Putra. Semarang
                                                                                                                              
 [3] 6. Quraish Shihab Ak-Qur’an Al-Karim
7. Ibid
8. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim hal 70-71
9. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim halaman 70-71
10. Ahmad Musthofa Al-Maraghi. Terjemah tafsir. 1985. CV Thoha Putra. Semarang.
11. Prof. T.M Hasbi Ashshiddiqi. Tafsir Al-Qur’an 1973. Jakarta.



Artikel Terkait
share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Aswan Blogger, Published at 00.11