Kelahiran bank syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bunga merupakan riba, sehingga dilarang oleh agama. Dari aspek hukum, yang mendasari perkembangan bank syariah di Indonesia adalah UU No 7 Tahun 1992. Dalam UU tersebut prinsip syariah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syariah secara tegas dinyatakan dalam UU No 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbaharuhi dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No 3 tahun 2004. Dengan demikian, perkembangan lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dimulai pada tahun 1992, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank yang menggunakan prinsip syariah pertama di Indonesia. Sampai dengan bulan Mei 2004, perkembangan jumlah kantor bank syariah telah mencapai 353 kantor bank, dengan nilai asset sebesar 11.6 trilyun rupiah. Jumlah pembiayaan yang disalurkan mencapai 7.56 trilyun rupaih dan dana pihak ketiga sebesar 7.77 trilyun rupiah. Meskipun dari pertumbuhan usaha dan jumlah cukup banyak, tetapi peranan secara nasional masih kecil dibandingkan dengan peranan bank secara nasional, yaitu sebesar satu persen.
Bank syariah memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Namun seberapa besar potensi tersebut, pada segmentasi pasar mana yang memiliki potensi yang baik, produk-produk apa yang diharapkan oleh masyarakat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk memilih lembaga keuangan dan bagaimana perilakunya, perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini penting dilakukan untuk memutuskan strategi pengembangan dan skala pengembangannya di masa yang akan datang. Penelitian ini didesain untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Disamping itu penelitian ini tentang potensi, preferensi dan perilaku masyarakat tehadap sistem perbankan di Kalimantan Selatan ini merupakan bagian (building block) dari upaya Bank Indonesia dalam memetakan potensi pengembangan bank syariah di Indonesia, yang merupakan salah satu bentuk implementasi dari blue print pengembangan perbankan syariah. Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi pihak-pihak yang terjun langsung dalam perbankan syariah sebagai masukan untuk mengembangkan jaringan perbankan syariah pada lokasi-lokasi yang potensial.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) memberikan informasi mengenai potensi pengembangan perbankan syariah yang didasarkan pada analisis potensi ekonomi dan pola sikap/preferensi dari pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah, (2) mempelajari karakteristik dan perilaku dari kelompok masyarakat yang digolongkan sebagai (a) hanya mau berhubungan dengan lembaga keuangan/bank syariah saja dan (b) yang mau berhubungan dengan bank syariah dan juga bank konvensional tergantung pada persepsi keuntungan dan pelayanan yang lebih baik, dan (c) yang tidak berkeinginan untuk berhubungan dengan bank syariah, (3) menganalisis keterkaitan antara faktor yang menentukan preferensi masyarakat terhadap produk dan jasa bank syariah, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana sebagai dasar penetapan strategi sosialisasi dan pemasaran bagi bank-bank syariah, (4) memberikan informasi yang berguna berupa analisis trend dan proyeksi mengenai perkembangan perbankan syariah dalam wilayah penelitian untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, (5) memberikan informasi yang mengenai tingkat kejenuhan usaha (economic need test) pasar perbankan syariah dalam wilayah penelitian yang didasarkan kepada potensi nasabah, potensi usaha dan pertumbuhan perekonomian daerah serta faktor-faktor pendukung lainnya, dan (6) menganalisis respon masyarakat terhadap dikeluarkannya fatwa MUI tentang bunga bank dan pembukaan bank syariah dengan sistem windows.
Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis potensi pengembangan bank syariah dilihat dari aspek ekonomi, kelembagaan, preferensi masyarakat dalam memilih lembaga perbankan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya serta analisis trend perkembangan perbankan syariah, kejenuhan dan persaingan usaha pada industri perbankan syariah
Cakupan wilayah penelitian meliputi 8 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dengan jumlah total responden sebesar 880 responden yang mencakup nasabah bank syariah saja (19 orang), nasabah bank konvensional dan syariah (141 orang), nasabah bank konvensional saja (605 orang) dan non nasabah bank (115 orang). Jumlah responden untuk tiap kabupaten/kota sekitar 100 orang kecuali Kota Banjarmasin, sebesar 151 responden. Perbedaan jumlah responden ini untuk menangkap perilaku nasabah bank syariah, karena konsentrasi bank syariah berada di kota ini.
Kriteria wilayah penelitian didasarkan pada kondisi aktual dan potensial yang menyangkut variabel-variabel sosial ekonomi antara lain: jumlah rumah tangga, jumlah tempat ibadah, jumlah penduduk menurut lapangan kerja, dan potensi pertumbuhan perekonomian daerah.
KERANGKA PEMIKIRAN
Banyak motivasi orang dalam berhubungan dengan bank, baik sebagai kreditor maupun debitor. Alasan masyarakat berhubungan dengan lembaga perbankan antara lain: balas jasa dari modal yang disetor, keamanan, fasilitas/kemudahan, memperoleh jasa pembiayaan, dan pertimbangan sistem perbankan yang berlaku. Dengan demikian pilihan masyarakat terhadap sistem perbankan (sistem bunga atau bagi hasil) tergantung pada motivasi yang mendasari. Perlu disadari bahwa motivasi yang mendasarinya bisa saja bersifat interaksi (beberapa) motivasi diatas. Keputusan akhir akan ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan diantara berbagai motivasi tersebut.
Motivasi nasabah dipengaruhi oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi: (1) varabel demografi, (2) variabel ekonomi, dan (3) variabel sosial. Variabel demografi antara lain terdiri dari: tingkat pendidikan, umur, jenis dan kelamin. Sementara variabel ekonomi antara lain: tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, jenis pekerjaan/usaha, dan aksesibilitas (transportasi dan komunikasi). Sementara variabel sosial antara lain terdiri dari: kekosmopolitanan, kedudukan sosial, agama, dan keterbukaan terhadap ide.
Pendapat atau respon masyarakat tentang Bank Syariah akan tergantung kepada konsep Bank Syariah dan karakteristik masyarakat yang akan diwawancarai (responden). Maka dari itu, sebelum responden memberikan pendapat tentang Bank Syariah, terlebih dahulu konsep Bank Syariah perlu dipahami secara baik oleh responden. Jawaban yang akan diberikan diperkirakan akan tergantung pada pekerjaan, ada tidaknya pengalaman responden berhubungan dengan bank, pendidikan, agama serta hal–hal yang berkaitan lainnya dari responden. Sementara pekerjaan dan pengalaman berhubungan dengan bank khususnya dengan Bank Syariah akan dipengaruhi oleh karakteristik kabupaten/kota. Responden yang berdomisili dekat dengan pusat Bank Syariah berpeluang untuk memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang Bank Syariah, daripada responden yang berdomisili jauh dengan Bank Syariah.
JENIS DAN SUMBER DATA
Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder antara lain meliputi kondisi kelembagaan perbankan, terutama jumlah dan sebarannya, kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah penelitian yang meliputi: jumlah penduduk, struktur kesempatan kerja, struktur pendidikan, umur dan sebagainya. Data primer terutama berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap sistem perbankan (syariah dan konvensional), dan variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan responden dalam memilih sistem lembaga perbankan.
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Bappeda, Kantor Kecamatan, dan lembaga departemen terkait. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan bantuan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Adapun rancangan pokok-pokok isi kuesioner adalah : 1) Screening awal terhadap responden, 2) Karakteristik responden yang mencakup sifat-sifat pribadi/demografi seperti pendidikan, umur, jenis kelamin, sifat-sifat sosial seperti kekosmopolitanan, kedudukan sosial, agama, keterbukaan terhadap ide, dan variabel ekonomi yang mencakup pendapatan, jenis pekerjaan/usaha, aksesibilitas wilayah, dan pengeluaran rumah tangga, 3) Variabel menyangkut pendirian dan pemahaman mengenai bunga bank yang dipraktekkan dalam perbankan konvensional dapat dikhawatirkan sama dengan riba atau praktek perbankan konvensional diyakini terdapat ketidaksesuaian dengan prinsip syariah, 4) Variabel menyangkut faktor-faktor penting yang menjadi pendorong/motivasi masyarakat dalam bertransaksi dengan lembaga keuangan/bank, 5) Variabel menyangkut tingkat pemahaman responden mengenai sistem operasi, produk dan jasa serta seluk beluk perbankan syariah, serta pemahaman bahwa terdapat perbedaan mendasar antara bank syaraih dengan bank konvensional, 6) variabel menyangkut faktor-faktr yang mendorong responden untuk berinteraksi dan memahami bank syariah (self driven effort dan informasi dari kontak personal), 7) Sikap nasabah bank syariah akan konsistensinya terhadap bank syariah, 8) Sikap masyarakat terhadap perubahan sistim perbankan
METODE ANALISIS
Sebelum melakukan analisis, perlu dilakukan pengujian terhadap alat ukur yang digunakan (kuesioner), sebelum kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data. Uji coba kuesioner dimaksudkan untuk mengevaluasi item-item pertanyaan dalam kuisioner secara verbal, mengetahui tingkat validitas dan keterandalan kuisioner. Untuk menguji validitas kuisioner akan dilakukan dengan korelasi product moment (pearson). Jika nilai koefesien korelasi ini lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis (tabel korelasi Pearson) pada taraf nyata 5% maka kuisioner dapat dinyatakan valid, jika tidak maka perlu dilakukan revisi untuk item-item yang berkorelasi rendah. Sedangkan untuk menguji keterandalan kuisioner akan dilakukan dengan uji Crobanch Alpha. Jika nilai Cr lebih besar dari 0.75 maka dapat disimpulkan bahwa kuisioner sudah terandal. Analisis penelitian dilakukan dengan (1) analisis kualitatif yaitu dengan analisis deskripsi, dan (2) analisis kuantitatif yaitu dengan model logit, untuk menganalisis peluang masyarakat memilih jenis lembaga perbankan dan variable-variabel yang mempengaruhinya, (3) model ekonometrik untuk menganalisis kinerja industri perbankan dan peluang pengembangannya melalui proyeksi, dan (4) analisis bi plot untuk melihat aspek psikografis responden.
TEKNIK PENARIKAN CONTOH DAN PENGUMPULAN DATA
Teknik penarikan contoh responden digunakan metode systematic sampling Pemilihan kabupaten dilakukan berdasarkan kriteria jumlah rumah tangga, jumlah tempat ibadah, jumlah penduduk menurut lapangan kerja, dan potensi pertumbuhan ekonomi serta pertimbangan peneliti. Dari masing-masing kabupaten/kota dipilih dua atau tiga kecamatan dengan pertimbangan kriteria yang sama sebagaimana dilakukan pada pemilihan kabupaten/kota terutama kecamatan dengan perekomonian yang relatif maju dan terdapat bank umum syariah atau bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Tiap kabupaten/kota akan diambil dua atau tiga kecamatan sebagai sampel, dengan jumlah responden sekitar 100 untuk tiap kabupaten/kota. Untuk daerah (kabupaten/kota atau kecamatan) yang relatif banyak bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah, maka pengambilan jumlah nasabah bank syariahnya akan lebih diperbesar untuk mengantisipasi beberapa daerah yang tidak memiliki BUS dan BPRS. Berdasarkan metode ini diperoleh responden nasabah bank syariah saja sebanyak 19 orang, nasabah bank syariah dan konvensional 141 orang, nasabah bank konvensional saja 605 orang dan non nasabah 115 orang.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan Selatan, dengan mengambil 8 kabupaten/kota. Kriteria yang dijadikan dasar dalam memilih kabupaten/kota yaitu berdasarkan variabel-variabel sosial ekonomi yang digunakan meliputi kriteria jumlah rumah tangga, jumlah tempat ibadah, jumlah penduduk menurut lapangan kerja, dan potensi pertumbuhan ekonomi serta pertimbangan peneliti. Berdasarkan variabel-variabel tersebut maka terpilih 8 kabupaten/kota contoh adalah: Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Tapin, Banjar Baru, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Utara. Pengambilan data lapang dilakukan secara serentak pada bulan maret 2004.
HASIL PENELITIAN PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
Setelah dua perangkat perundang-undangan yaitu UU No. 7 dan PP No. 72 tahun 1992 diberlakukan, industri perbankan syariah berkembang sangat pesat. Pada tingkat nasional, perkembangan ini terlihat dari peningkatan jumlah jaringan kantor selama 4 tahun ini dan peningkatan aset yang sangat sigifikan yaitu 479 milyar rupiah pada tahun 1998 menjadi 7.4 triliun rupiah pada akhir tahun 2003. Begitu juga halnya dengan industri perbankan syariah di wilayah kerja KBI Banjarmasin yang dapat dilihat secara jelas dari perkembangan aktivitas penghimpunan dana dan pembiayaan. Dari sisi penghimpunan dana (giro, deposito dan tabungan) perkembangannya mencapai 160 persen. Sedangkan dari sisi penyaluran dana, produk baru yang telah diluncurkan dan menunjukkan perkembangan yang bagus adalah piutang mudharabah dengan nilai yang sudah mencapai 6 milyar rupiah.
Karakteristik responden dilihat dari variabel demografi dan sosial ekonomi responden. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar responden dan kelompok nasabah bank syariah adalah akademi/perguruan tinggi. Sedangkan jenis pekerjaan utama kelompok responden dari nasabah bank syariah adalah pegawai/pensiun/karyawan dan bagi pengusaha atau non pengusaha yang memiliki usaha lebih banyak menggeluti usaha perdagangan. Bahkan pada kelompok nasabah bank syariah hampir 87 persennya memiliki usaha bidang perdagangan. Kelompok responden dari nasabah bank syariah sebagian besar berpenghasilan sedang, sedangkan nasabah dua bank ( bank syariah dan konvensional) mempunyai penghasilan pada selang sedang dan tinggi. Aksesibilitas tidak menjadi masalah bagi seluruh responden karena hampir sebagian besar responden menyatakan aksesibilitas ke pusat ekonomi mudah dan sangat mudah karena dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum yang hampir selalu ada setiap saat. Sementara aksesibilitas masyarakat terhadap sumber informasi cukup baik. Media informasi yang banyak diakses adalah telvisi, radio dan koran. Sementara jenis acara yang paling banyak diikuti untuk ketiga media tersebut relatif sama yaitu siaran berita, hiburan, dan dialog, baik dialog politik maupun ekonomi.
PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP BANK KONVENSIONAL
Sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap peranan perbankan dalam kehidupan sehari-hari (94.5%). Alasan utamanya adalah bahwa lembaga perbankan menguntungkan bagi masyarakat, dan dapat membantu permodalan. Responden yang menyatakan tidak setuju terhadap keberadaan lembaga perbankan (5.5%), terutama karena alasan bunga bank (konvensional) termasuk dalam kategori riba sehingga dinilai haram. Sebesar 84.8 persen responden merupakan nasabah bank konvensional. Pemilihan lembaga bank konvensional didasarkan pada alasan utama, adalah lokasi bank (aksesibilitas), kredibilitas/ keamanan bank, profesionalisme pelayanan, dan diwajibkan. Status bank, popularitas bank, bonus dan hadiah maupun tingkat bunga tidak menjadi pertimbangan yang dominan. Bagi responden yang tidak memanfaatkan bank konvensional, didasarkan pada alasan bunga bank termasuk dalam kategori riba dan tidak memerlukan lembaga bank. Sumber informasi bagi responden tentang lembaga perbankan sebagian besar diperoleh dari teman/keluarga/rekan kerja (49.5%), langsung dari bank (32.3%), media televisi (30.8%), surat kabar (21.8%), dan brosur (16.5%).
Sebagian responden memanfaatkan lebih dari satu jenis produk/jasa perbankan baik dari satu bank atau lebih. Jenis produk yang dominan adalah tabungan (96.5%), dengan diikuti dengan pemanfaatan produk ATM. Jasa transfer juga merupakan layanan yang banyak dimanfaatkan (37.4%), dan pinjaman (35.4%). Dilihat dari komposisi jumlah nasabah menurut produk bank yang dimanfaatkannya, nasabah penabung lebih dominan dibandingkan dengan produk pembiayaan (kredit). Alasan atau motivasi utama dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana adalah keamanan, pelayanan yang cepat, dan kemudahan dalam bertransaksi. Hadiah/undian dan tingkat bunga tabungan bukan merupakan alasan atau motivasi utama masyarakat dalam menabung. Sementara alasan dalam pemanfaatan produk penyaluran dana (pembiayaan) yang dominan adalah pelayanan yang cepat, tingkat bunga yang rendah dan kenyamanan pelayanan. Dalam hal pembiayaan, aspek bunga menjadi pertimbangan yang cukup dominan, namun masih dibawah pelayanan yang cepat.
Persepsi responden terhadap kelebihan bank konvensional adalah lokasi bank konvensional yang umumnya strategis, adanya fasilitas dan penyebaran ATM yang luas, pelayanan yang cepat dan akurat serta ramah, dan adanya jaminan pemerintah serta bunga pinjaman yang dinilai relatif rendah. Secara umum, sangat sedikit responden yang menyatakan adanya kelemahan bank konvensional, beberapa yang dominan adalah jumlah dan sebaran kantor cabang dan ATM yang dinilai masih kurang, prosedur berbelit dan pendapat bahwa bunga bank termasuk dalam kategori haram.
PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH
Sebagian besar responden dari delapan kabupaten di Kalimantan Selatan menyatakan pernah mendengar tentang bank syariah (88.2%). Kesan awal yang tertangkap oleh responden tentang bank syariah yang dominan adalah: bank syariah merupakan bank yang islami (64.3%), bank dengan sistem bagi hasil (45.2%), kurang dikenal (14.7%), dan bank khusus orang islam (13.2%). Lebih jauh, jika responden ditanya tentang pengetahuannya tentang bank syariah, sebagian responden menjawab tidak memiliki pengetahuan sama sekali (24.4%). Pada umumnya responden mengetahui bahwa bank syariah adalah: bank dengan sistem bagi hasil (51.6%), bank yang beroperasi tidak dengan sistem bunga (34.3%), bank yang berbasis pada syariah agama (29.0%), dan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam (20.1%). Dalam hal menjawab kesan dan pengetahuan tentang bank syariah,dimungkinkan satu responden menjawab lebih dari satu jawaban.
Informasi tentang bank syariah umumnya diperoleh responden dari: media elektronik (televisi) (47.7%), teman /keluarga/rekan kerja (36.8%), dan media cetak (surat kabar) (33.9%). Ketiga media informasi ini merupakan media utama bagi masyarakat dalam memperoleh informasi tentang bank syariah pada semua lokasi penelitian. Informasi ini penting sebagai masukan bagi pihak terkait dalam rangka memilih media informasi untuk sosialisasi bank syariah. Lebih jauh, untuk ketiga media informasi ini jenis acara yang paling banyak diikuti oleh masyarakat adalah siaran berita, hiburan, dan dialog politik maupun ekonomi.
Lebih jauh, tentang perilaku adopsi terhadap bank syariah, dari 160 responden (18.2%) mengatakam bahwa alasan responden dalam memilih bank syariah yang dominan adalah: kesesuaian dengan syariah agama (72.5%), lokasi/aksesibilitas (35%), profesionalisme pelayanan (16.9%), kredibilitas (16.9%) dan fasilitas (16.9%). Sementara itu, jenis produk bank syariah yang banyak dimanfaatkan adalah produk penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah (90.6%). Produk pembiayaan masih relatif sedikit, dengan sistem yang dominan adalah murabahah. Sementara untuk jasa, hanya wakalah yang relatif sudah ada yang memanfaatkannya. Motivasi responden dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana bank syariah adalah: dalam rangka menjalankan syariah agama (58.8%), bank syariah tidak menggunakan sistem bunga (43.1%), sistem bagi hasil yang jelas (38.1%), dan pelayanan yang cepat (25.6%). Dalam memanfaatkan produk pembiayaan, alasan yang dominan adalah tidak menggunakan sistem bunga, menjalankan syariah agama. Alasan lainnya adalah penanggungan risiko bersama (lebih adil) dan pelayanan yang cepat. Pada pemanfaatan jasa, alasan dominan adalah pelayanan yang cepat, menjalankan syariah agama dan biaya transaksi yang murah.
Sebagian besar responden tidak menjawab ketika ditanya tentang kelebihan bank syariah. Beberapa responden yang menjawab tentang kelebihan bank syariah adalah bahwa sistem bank syariah tidak mengandung riba (halal), sistem bagi hasil tidak memberatkan, produk bank syariah telah mampu memenuhi harapan dan keinginan sebagian responden, dan pelayanan yang ramah, cepat dan akurat. Sementara itu menurut persepsi masyarakat adalah belum yakin apakah prinsip syariah diterapkan dengan benar, informasi tentang produk yang dinilai masih sangat kurang dan perhitungan bagi hasil tidak jelas.
KONSISTENSI SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRINSIP DAN PENERAPAN SISTEM
BUNGA
Konsistensi sikap masyarakat didasarkan pada jawaban terhadap dua pertanyaan: ”apakah menurut bapak/ibu sistem bunga bertentangan dengan agama yang dianut? Dan apakah bapak/ibu setuju dengan penerapan sistem bunga dalam perbankan? Pertanyaan pertama terdapat tiga jenis jawabahn yaitu: ya, tidak atau tidak tahu sementara pertanyaan kedua terdapat dua jawaban yaitu ya atau tidak. Responden yang konsisten apabila menjawab ”ya-tidak” atau ”tidak-ya” untuk kedua pertanyaan berikut. Sebaliknya jika menjawab ”ya-ya” atau ”tidak-tidak” maka responden tidak konsisten. Responden yang menjawab ”tidak tahu” digolongkan pada responden yang tidak bersikap.
Responden yang konsisten dalam bersikap sebesar (66.4%), yang terdiri atas 60 persen yang cenderung konsisten syariah dan 6.4 persen cenderung pada bank konvensional. Sementara responden yang tidak konsisten sebesar (16.5%) dan yang tidak bersikap sebesar (17.2%). Hasil ini cukup menarik, dimana hanya 66.4 persen saja responden yang konsisten. Jika dilihat berdasarkan kelompok responden, sebagian besar (79.3%) responden bank konvensional menyatakan bunga bank bertentangan dengan agama, sehingga menolak penggunaanya pada sistem perbankan. Pada sisi lain kelompok ini menjadi nasabah bank konvensional. Jadi konsistensi ini baru pada tahap sikap, belum diikuti oleh perilaku. Alasan yang mendasarinya adalah belum tersedianya lembaga bank syariah dari aspek sebaran wilayah, jumlah, fasilitas pendukung juga layanan transaksi yang diberikan, dibandingkan dengan bank konvensional. Terdapak kecenderungan dengan semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang bank syariah maka tingkat konsistensi dalam bersikap juga makin tinggi, meskipun tidak sepenuhnya bersifat linear.
RESPON MASYARAKAT TERHADAP FATWA MUI TENTANG BUNGA BANK DAN PEMBUKAAN BANK SYARIAH DENGAN SISTEM WINDOW
Terhadap fatwa MUI, sebagian besar responden telah mengetahui adanya fatwa MUI (68.9%), terutama dari kelompok responden nasabah bank syariah-konvensional. Sumber informasi bagi responden yang telah mengetahui tentang fatwa MUI umumnya berasal dari media elektronik dan median cetak. Informasi dari ulama relatif sangat kecil dikemukakan oleh responden. Meskipun menyatakan mendukung dikeluarkannya fatwa tersebut (70.1%), sebagian besar responden menyatakan tidak melakukan tindakan apa-apa dalam merespon fatwa tersebut. Respon sebagian responden yang dilakukan adalah membuka rekening bank syariah tanpa meninggalkan bank konvensional dan mengalihkan rekening ke bank syariah. Lebih jauh tentang rencana yang akan dilakukan dikaitkan dengan dikeluarkannya fatwa tersebut, sebagian responden akan memindahkan rekening ke bank syariah dan akan membuka rekening syariah tanpa menutup rekening bank konvensional sebesar, namun sebagian besar tetap menyatakan tidak akan melakukan apa-apa.
Hampir semua responden menyatakan tidak tahu tentang bentuk-bentuk dan perbedaan kantor bank syariah. Hal ini menunjukkan sebagian besar masyarakat tidak mengetahui dan tidak ingin tahu terhadap mekanisme dan bentuk pendirian suatu lembaga keuangan dan hanya konsen pada apa yang dirasakan dalam bentuk pelayanan, produk dan fasilitas penunjangnya.
PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH
Analisis preferensi masyarakat terhadap bank syariah dilakukan dengan menggunakan model logit, yaitu dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang nyata mempengaruhi masyarakat dalam adopsi bank syariah, variabel yang mempengaruhi masyarakat untuk terus mengadopsi bank syariah dan bagi responden yang saat ini belum mengadopsi bank syariah, menganalisis variabel yang mempengaruhi masyarakat untuk ingin mengadopsi bank syariah. Ketiga model logit yang dibangun secara umum mampu menjelaskan dengan baik perilaku masyarakat dalam memutuskan untuk mengadopsi produk bank syariah atau tidak, untuk terus mengadopsi atau berhenti dan minat untuk mengadopsi bank syariah.
Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap potensi pengambilan keputusan masyarakat untuk mengadopsi produk bank syariah berturut-turut berdasarkan tingkat sensitifitasnya adalah: keberadaan bank syariah, pengetahuan tentang bank syariah, persepsi bahwa bunga bertentangan dengan agama, pertimbangan dalam pemilihan bank dan jenis produk yang dimanfaatkan, kesan terhadap bank syariah, status sisial dalam masyarakat, jenis pekerjaan, aksesibilitas, pertimbangan dalam memilih bank, dan jenis produk yang dimanfaatkan.
Pada model kedua, yaitu analisis faktor yang mempengaruhi keberlajutan responden dalam mengadopsi bank syariah, diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap keputusan masyarakat untuk terus menjadi nasabah bank syariah atau berhenti meliputi: pendidikan, pengetahuan tentang bank syariah, status nasabah bank syariah, jenis produk yang diadopsi, keterbukaan terhadap informasi, pertimbangan dalam memilih bank, kesan terhadap bank syariah, dan ketaatan dalam beragama. Sementara variabel tingkat penghasilan, persetujuan terhadap peran perbankan dalam kehidupan sehari-hari dan posisi ketokohan dalam masyarakat tidak memiliki pengaruh yang nyata.
Analisis faktor potensi nasabah bank yang ditunjukkan oleh keinginan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap keinginan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah meliputi: persetujuan terhadap prinsip syariah, pendidikan non formal, jenis pekerjaan, pengetahuan tentang bank syariah, keterbukaan terhadap informasi, status sosial, kesan terhadap bank syariah, status responden dan persetujuan terhadap operasional prinsip syariah. Sementara variabel tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, persetujuan terhadap peran perbankan dan keberadaan bank syariah tidak berpengaruh nyata terhadap keinginan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah
Dari analisis psikografis melalui metode biplot terlihat bahwa masyarakat yang bertipe panutan atau pelopor, Islami, namun agak lambat dalam menerima perubahan merupakan pasar yang potensial bagi perbankan syariah. Dapat dikatakan, mereka adalah orang-orang yang cukup punya pengetahuan dan kesadaran tentang keagamaan. Namun, masuknya kelompok “lambat dalam menerima perubahan” pada kategori ini, dapat dikatakan bahwa mungkin selama ini mereka mengadopsi produk bank syariah lebih karena “tekanan” keagamaan daripada pertimbangan ekonomi yang rasional. Kondisi ini sangat bermanfaat bagi perbankan dalam menyusun strategi pemasaran sehingga dalam membidik pasar potensial perbankan syariah tidak mengalami kesulitan.
TINGKAT KEJENUHAN DAN DINAMIKA NASABAH BANK SYARIAH
Kinerja industri perbankan ditelaah dengan melihat perkembangan kinerja perbankan konvensional dan syariah, dilihat dari perkembangan jumlah kantor, jumlah penghimpunan dana dan penyalurannya. Aktiva, mengalami pertumbuhan cukup besar selama sepuluh tahun terakhir dari seluruh jenis bank yaitu 17,63 persen per tahun. Peningkatan terbesar terjadi pada perkembangan penghimpunan dana, dengan rata-rata 43,68 persen per tahun. Pertumbuhan dari sisi pembiayaan lebih rendah dibandingkan dengan penghimpunan dana, yaitu rata-rata sebesar 34,75 persen per tahun. Namun pada Bank Perkreditan Rakyat, kondisi sebaliknya terjadi dimana pertumbuhan penyaluran kredit lebih tinggi dari penghimpunan dana, yaitu 40,36 berbanding 33,33 persen per tahun.
Untuk melihat lebih jauh potensi pengembangan bank syariah, selain melihat kinerja indikator perekonomian wilayah dan kinerja perbankan secara umum, perlu juga menelaah secara lebih spesifik pada kinerja bank syariah, sekaligus melakukan proyeksi beberapa tahun ke depan. Indikator kinerja bank syariah dilihat dari aspek nilai asset, pembiayaan dan penghimpunan dana. Dilihat dari ketiga indikator tersebut, perkembangan bank syariah termasuk pesat, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9 persen per bulan untuk asel dan pembiayaan, sementara penghimpunan dana tumbuh dengan 8 persen per bulan.
Selama periode 2000-2003 total asset bank syariah telah mencapai 123.0 milyar rupiah, meningkat dari 7.1 milyar rupiah pada tahun 2000. Demikan juga nilai pembiayaan meningkat dari 5.8 milyar menjadi 101.9 milyar rupiah. Sementara kinerja penghimpunan dana meningkat dari 7.1 milyar menjadi 107.3 milyar rupiah pada periode yang sama. Pada tahun 2000, jumlah dana yang dihimpun lebih besar dari penyalurannya, dengan financing deposit ratio (FDR) sebesar 81,7 persen. Pada tahun 2001 terjadi lonjakan pembiayaan dengan LDR mencapai 188 persen. Posisi ini bertahan juga pada tahun 2002. Pada Desember 2003 sebesar 95 persen, dan pada akhir tahun 2004, diproyeksikan akan terjadi peningkatan kembali nilai LDR menjadi sebesar 105.6 persen.
Apabila bank syariah dapat mempertahankan kinerja seperti saat ini dengan menjaga pertumbuhan baik pada penghimpunan maupun pembiayaan, akan terjadi penurunan kinerja pembiayaan. Diproyeksikan pada tahun 2005, nilai asset diproyeksikan akan mencapai 622.3 milyar rupiah, pembiayaan akan mencapai 508.9 milyar dan penghimpunan dana mencapai 582.3 milyar rupiah. Posisi FDR pada tahun 2005 akan menjadi 87.4 persen. Jika kondisi ini terjadi maka kenerja pembiayaan bank akan menurun, sehingga perlu diantisipasi untuk meningkatkan kinerja pembiyaan agar tidak mengganggu performa bank syariah secara keseluruhan. Gambaran industri perbankan di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa industri perbankan belum sampai pada titik jenuh, bahkan masih berada pada kondisi pertumubhan yang bertambah (increasing growth).
POTENSI PERMINTAAN MASYARAKAT TERHADAP PRODUK BANK SYARIAH
Potensi permintaan ini dilihat dari indikator keinginan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah. Secara umum, jumlah responden non nasabah bank syariah yang ingin mengadopsi bank syariah relatif besar, yaitu sebesar 63.6 persen, ragu-ragu 26.7 persen dan tidak mau mengadopsi sebesar 9.7 persen. Salah satu penyebab tingginya responden yang menjawab ragu-ragu adalah karena penjelasan diberikan secara singkat dari banyak diantara responden yang baru pertama kali mendapat informasi tentang bank syariah sehingga dalam waktu singkat responen belum dapat mengambil keputusan. Tingkat keraguan responden akan menurun jika informasi diberikan secara kontinu dalam waktu relatif lama sehingga tahapan proses adopsi dapat berjalan dengan segmen pasar potensial adalah: (1) tingkat pendidikan, (2) pekerjaan, dan (3) tingkat penghasilan. Dari aspek pendidikan segmen pasar potensial pada kelompok masyarakat berpendidikan tinggi relatif lebih tinggi. Dari aspek pekerjaan, minat adopsi tertinggi pada pengusaha industri (76.9%) dan terendah pada pekerjaan buruh (60.8%). Dari aspek penghasilan, juga menunjukkan kecenderungan yang sama dimana potensi minat masyarakat terhadap bank syariah lebih tinggi pada kelompok penghasilan tinggi.
Minat responden untuk mengadopsi bank syariah umumnya didasarkan pada alasan: (1) operasional bank syariah sesuai dengan prinsip syariah, (2) rasa ingin mencoba, karena merupakan sesuatu yang baru, (3) bank syariah tidak mengandung riba, dan (4) bank syariah dinilai lebih adil dan tidak memberatkan pada nasabah. Sementara sebagian responden yang ragu-ragu dalam memutuskan untuk mengadopsi atau tidak terhadap bank syariah didasarkan pada alasan: (1) kurangnya informasi sehingga masyarakat umumnya tidak mengerti, (2) sebagian lagi masih meragukan kredibilitas bank syariah karena masih baru, (3) belum ada keinginan untuk mencoba, dan (4) belum percaya terhadap implementasi hukum syariah yang dilakukan oleh bank syariah.
Sementara itu responden yang menjawab tidak akan mengadopsi karena tidak mengerti, tidak berminat, dan bank syariah belum terbukti.
Produk bank syariah yang paling banyak diminati masyarakat, adalah produk penghimpunan dana. Jenis produk penghimpunan dana yang paling banyak diminati masyarakat adalah tabungan mudharabah dan simpanan haji. Sementara produk pembiayaan yang dominan diminati adalah produk pembiayaan dengan sistem bagi hasil (syirkah). Untuk produk jasa bank syariah, relatif sangat kecil yang berminat untuk memanfaatkannya, terutama pada kelompok responden nasabah bank syariah saja dan bukan nasabah bank.
Untuk mengetahui lebih jauh terhadap perilaku masyarakat terhadap bank syariah, maka dianalisis dengan melakukan tabulasi silang yang menunjukkan hubungan antara pemanfaatan bank syariah, tingkat pengetahuan terhadap bank syariah dan kondisi psikografis yang menunjukkan sikap keislami-an yang tinggi. Sikap islami yang tinggi diindikasikan dari jawaban pada pertanyaan psikografis tentang sering meluangkan waktu untuk kajian-kajian keislaman dan selalu berusaha memilih dan menggunakan produk-produk yang bernuansa islami, menjawab setuju atau sangat setuju. Sementara pengetahuan tentang bank syariah hanya dibedakan antara yang tidak mengetahui dan tahu tentang salah satu atau lebih tentang sistem operasional dan atau tentang produk bank syariah. Sementara tingkat adopsi, menunjukkan apakah responden menjadi nasabah bank syariah, baik nasabah penabung maupun pembiayaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bank syariah masih rendah. Namun terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan tentang bank syariah dengan adopsi bank syariah. Demikian juga dengan sikap islami, dimana tingkat adopsi masyarakat yang memiliki sikap islami tinggi lebih baik dibandingkan yang tidak memiliki. Kondisi yang saya pada potensi adopsi, masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih baik tentang bank syariah atau memiliki sikap islami yang tinggi memiliki potensi adopsi yang lebih baik, serta mampu memberikan sikap secara lebih menyakinkan.Hal ini diindikasikan dengan semakin rendahya responden yang menyatakan ragu-ragu pada kelompok ini.
Analisis potensi pengembangan bank syariah pada masing-masing lokasi penelitian dilakukan dengan memadukan perkembangan beberapa indikator perkembangan sosial ekonomi antar wilayah dan juga hasil analisis logit yang menunjukkan variabel-variabel sosial, ekonomi dan demografis yang dominan mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah, maka secara relatif dapat disusun urutan potensi pengembangan bank syarih di lokasi penelitian. Variabel sosial yang dijadikan indikasi antara lain: jumlah penduduk, jumlah penduduk muslim, jumlah tempat ibadah. Sementara variabel ekonomi wilayah antara lain kinerja perbankan seperti nilai asset, dan pembiayaan, termasuk pembiayaan untuk usaha kecil menengah, dan kelembagaan koperasi. Sementara variabel demografi dari analisis logit untuk melihat lebih jauh segment pasar adalah variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah antara lain tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, jenis pekerjaan, dan tingkat penghasilan.
Berdasarkan indikator kinerja perbankan yang secara umum mengalami pertumbuhan yang tinggi, maka potensi pertumbuhan ekonomi daerah Kalimantan Selatan cukup tinggi sehingga peluang pasar bank syariah juga masih terbuka. Hasil analisis skoring antar wilayah menunjukkan potensi pengembangan bank syariah secara relatif secara berturut-turut adalah: Kota Banjarmasin Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, Tapin dan Banjar Baru.
Segment pasar yang berpeluang digarap juga relatif beragam, yaitu kelompok pegawai negeri maupun swasta, kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, serta kelompok usaha kecil dan menengah. Sementara pada Kabupaten Banjar, segment pasar potensial adalah masyarakat berpendidikan tinggi. Kabuapten HSU segment potensial adalah kelompok pengusaha terutama jasa. Disini produk pembiayaan memiliki peluang lebih besar dikembangkan untuk bermitra dengan pengusaha, sementara untuk Banjar dan juga Barito Kuala nampaknya produk penghimpunan dana lebih berpeluang. Jenis produk pembiayaan yang juga berpeluang adalah pembiayaan konsumtif. Di Kabupaten Barito Kuala segment pasar potensial adalah pegawai pemerintah dan swasta.
Kabupaten Banjar Baru secara relatif memiliki potensi paling rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya.Khusus untuk Kabupaten ini perlu dicermati lebih lanjut karena ketersediaan data relatif terbatas diabndingkan dengan kabupaten lainnya sehingga hasil analisis dimunkinkan memiliki tingkat kepercayaan lebih rendah. Namun secara geografis lokasi Banjar Baru dekat dengan Banjarmasin dan Kabupaten Banjar.Demikian juga aksesibiltas relatif baik. Dilihat dari parameter ini peluang pengembangan bank syariah di sini cukup terbuka. Namun bisa saja karena lokasinya yang dekat dengan Banjarmasin dan juga Banjar, pelayanan bank syariah sudah dapat dilayani di Kedua lokasi tersebut. Namun segment potensial di Banjar Baru adalah kelompok pegawai dan pengusaha, khususnya industri pengolah. Untuk dua kabupaten lainnya, yaitu Tanah Laut dan Tapin, segment potensial adalah pengusaha jasa dan kalangan masyarakat berpendidikan tinggi.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Potensi permintaan masyarakat terhadap bank syariah di Kalimantan Selatan sangat tinggi. Indikator yang menunjukkan tingginya potensi permintaan adalah: (1) kinerja ekonomi wilayah yang diindikasikan dengan kinerja perbankan secara keseluruhan dalam penghimpunan dan penyaluran kredit, (2) kinerja perbankan syariah yang meliputi perkembangan aset, penghimpunan dana dan pembiayaan, dimana perkembangan kinerja bank syariah berada pada tahap pertumbuhan yang semakin tinggi (increasing growth), dan (3) minat masyarakat untuk terus dan mau mengadopsi bank syariah sangat tinggi. Berdasarkan indikator perkembangan ekonomi wilayah dan hasil analisis logit, secara relatif lokasi yang memiliki potensi pengembangan bank syariah tertinggi berturut-turut adalah: Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Utara, dan Barito Kuala.
Segmen pasar potensial bagi pengembangan bank syariah di Kalimantan Selatan berdasarkan hasil analisis logit adalah: masyarakat yang memiliki jenis pekerjaan pengusaha industri dan jasa, kelompok masyarakat yang memiliki pendidikan formal dan non formal, penghasilan, jenis pekerjaan, ketokohan agama, dan masyarakat yang memiliki kesan positif terhadap bank syariah. Dengan demikian membangun kesan positif ini perlu mendapat perhatian serius dari kalangan perbankan syariah.
Variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah di Kalimantan Selatan adalah jenis pekerjaan, pertimbangan profesionalisme dan aksesibilitas bank, tingkat pengetahuan tentang bank syariah, posisi tokok keagamaan, persepsi terhadap bunga yang bertentangan dengan agama, kesan positif terhadap bank syariah dan keberadaan bank syariah. Sementara keputusan masyarakat untuk terus mengadopsi bank syariah dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pendidikan, pendidikan formal bisnis, keterbukaan terhadap informasi, pertimbangan kemapanan dan asesibilitas bank, pengetahuan terhadap bank syariah, dan status nasabah bank syariah saja. Sedangkan keputusan masyarakat untuk ingin mengadopsi bank syariah dipengaruhi variabel-variabel: pendidikan non formal baik keagamaan maupun bisnis, jenis pekerjaan pengusaha dan karyawan, keterbukaan terhadap informasi, pengetahuan terhadap bank syariah, kesan terhadap bank syariah, persetujuan terhadap prinsip syariah dan status responden (nasabah bank konvensional dan non nasabah bank).
Pertimbangan masyarakat dalam memilih bank baik bank konvensional maupun bank syariah relatif sama. Pertimbangan masyarakat yang utama dalam memilih bank adalah aksesibilitas, kredibilitas, profesionalisme pelayanan, dan fasilitas pelayanan. Bunga/bagi hasil baik dalam penghimpunan dana maupun pembiayaan bukan menjadi pertimbangan utama.
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah dan tidak utuh yang berakibat pada ketidakkonsistenan dalam bersikap terhadap sistem bunga dalam operasional perbankan. Sebagian besar masyarakat memandang sistem bunga bertentangan dengan agama, namun setuju dengan penerapan sistem bunga dan/atau juga menjadi nasabah bank konvensional. Di sisi lian, semakin baik pengetahuan tentang bank syariah semakin tinggi kemungkinan untuk mengadopsi bank syariah. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bank syariah menjadi isu strategis dalam pengembangan bank syariah di masa yang akan datang. Sebagian besar masyarakat yang mengadopsi bank syariah masih dominan dipengaruhi oleh emosi keagamaan belum berdasarkan pada pemahaman rasional yang baik. Hal ini oleh dominannya alasan keagamaan dalam mengadopsi bank syariah.
Sebagian besar orang belum mengetahui fatwa MUI tentang bunga bank. Dari masyarakat yang mengetahui, sebagian besar mendukung dikeluarkannya Fatwa MUI tersebut namun tidak banyak yang merespon dengan melakukan tindakan riil baik yang telah bertindak maupun sekedar rencana. Hampir semua masyarakat tidak mengenal adanya sistem windows dalam operasional bank syariah. Pada umumnya masyarakat tidak peduli dengan bentuk-bentuk kantor bank syariah.
Sumber informasi masyarakat tentang perbankan baik bank konvensional maupun bank syariah yang utama berasal dari teman/kerabat, televisi dan surat kabar. Demikian juga sumber informasi fatwa MUI tentang bunga bank yang utama berasal dari Televisi dan surat kabar. Hal ini menunjukkan bahwa peranan ulama dalam sosialisasi perbankan syariah dan fawa MUI masih rendah.
REKOMENDASI
Penelitian ini hanya memberikan gambaran umum tentang potensi dan preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di Kalimantan Selatan. Untuk melihat potensi pasar bank syariah secara riil baik pada wilayah Kalsel maupun pada lokasi tertentu perlu dilakukan penelitian tindak lanjut burupa marketing research secara lebih mendalam.
Mengingat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah, maka diperlukan sosialisasi tentang bank syariah secara intensif, komprehensif dan terstruktur termasuk mengedepankan aspek rasionalitas ekonomi, bukan semata pertimbangan emosional keagamaan. Sejalan dengan upaya tersebut, bank syariah juga harus meningkatkan kinerja terutama menyangkut fasilitas, aksesibilitas dan kemampuan sumberdaya manusianya, sehingga dapat bersaing dengan bank konvensional dalam penyediaan pelayanan.
Untuk lebih mempercepat proses sosialisasi dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah, maka keikutsertaan institusi keagamaan (pesantren, ulama dan organisasi keagamaan) baik tingkat nasional maupun lokal perlu ditingkatkan, termasuk didalamnya adalah institusi Dewan Pengawas Syariah dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.