Dalam bahasa Arab kejujuran ini disebut dengan as-shidqu. Al-jurjanji mendefinisikan as-shidqu: muthabaqatul-hukmi lil-waqi’; adanya keselarasan atau kecocokan apa yana di putuskan oleh ucapan dengan kenyataan. Orang yang jujur yaitu seseorang yang tidak pernah mengucapkan suatu kalimat pun dengan lidahnya kecuali ia dapat membuktikannya dengan hati dan perbuatan. Orang yang memiliki kejujuran dilukiskan oleh Al-Qusyairi sebagai berikut: kejujuran adalah jika pada hal ihwal hatimu tidak ada kekotoran, dalam aqidahmu tidak ada keraguan, dan dalam perbuatanmu tidak ada noda atau cela.
Itulah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran, ia akan beres dalam kehidupannya, maslahat atau shaleh amal perbuatannya, dan bersih hatinya. Kemudian ucapan yang jujur dalam Al-Qur’an dikatakan dengan qaulan sadidan. Orang beriman dituntut untuk berucap dengan qaulan sadidan ini. Karena ucapan yang di selaraskan dengan tindakan merupakan modal untuk memperbaiki diri dan mendapat jaminan ampunan Allah swt.
Dalam al-Qur’an surat al-Ahzab [33] : 70 dan 71 dinyatakan: wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan bertaqwalah dengan perkataan yang benar (jujur). Niscaya Allah membereskan amal-amalanmu, dan mengampuni bagimu dosa-dosa kamu. Barang siapa mena’ati Allah dan Rasul-Nya maka sunguh ia memperoleh kemenangan yang besar.
Dari ayat di atas ada dua perintah dan dua jaminan dari Allah. Pertama , perintah untuk bertaqwa kepada Allah swt. Dalam artian harus takut akan azab Allah. Kedua, akan mendapatkan bimbingan dari Allah swt sehingga mudah untuk beramal shaleh dan memperbaiki diri. Kedua, mendapat jaminan ampunan Allah swt, dalam arti adanya penjagaan dari perbuatan-perbuatan dosa yang mengakibatkan masuk neraka.
Selanjutnya, siapaun yang membiasakan diri dalam kejujuran, insya Allah akan mendapat kejayaan dan pertolongan, di dunia dan akhirat. Walaupun mungkin pada mulanya orang yang melakukan kejujuran seperti mendapatkan penderitaan. Sebaliknya orang yang membiasakan diri dalam ke bohongan, ia akan terjerat terus dengan ke bohongannya itu. Ia repot sendiri dengan mencari alasan-alasan untuk menutupi kebohongan dengan ke bohongan itu lagi. Jiwanya tidak tentram, sulit untuk bertaubat, dan selalu mebela diri, padahal jelas ia melakukan kesalahan. Yang akhirnya susah untuk memperbaiki dirinya, akhirnya bertumpuk pada dirinya dosa dan cela yang harus dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah swt.
Pantaslah jika ia dahulu Rasullulah menasihati kaum muslimin supaya berlaku jujur dan menjauhi kebohongan, sebagaimana sabdanya :
Yang artinya: berlaku jujurlah kalian! Karena kejujuran itu membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan membimbing ke surga. Dan tidaklah seseoarang berlaku jujur dan memilih serta membiasakan jujur (dalam jkehidupannya) sehingga nanti ia akan di catat di sisi Allah sebagai orang yang ahli dalam melakukan kejujuran. Dan jauhilah oleh kalian ke bohongan (janagan berdusta), karena ke bohongan, sehongga ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pembohong.
Dari hadits ini jelas, orang yang membiasakan diri dalam melakukan kebohongan, ia akan tercatat disisi Allah sebagai orang yang ahli dalammemembohongnya. Tidakada rasa malulagi ketika berdusta. Dan selalu mencari ke bohongan yang lain untuk menutupi kebohongan yang ia lakukan sebelumnya. Dan memang segala kejahatan dan kemaksiatan modalnya adalah bohong, minimal membohongi keimanan yang ada pada dirinya.
Begitu pula jiga membiasakan diri dalam kejujuran, ia tidak akan nyaman melakukanke bohongan sekecil apapun. Sehingga timbul kehati-hatian dalam berucap dan berujar. Dan ini merupakan modal untuk memberekan amal perbuatannya, sehingga enteng dan terbimbing dalam melaksanakan kebaikan, dan kemudian ia akan mendapatakan ampunan Allah swt, dalam artian tidak di beri peluang atau kesempatan oleh Allah swt untuk melakukan dosa. Inilah arti orang yang mendapat ampunan dari Allah swt.
Kesimpulan dari pembahasan ini, bahwa memang manusia dalam kehidupannya berada di antara kejujuran dan kebohongan. Artinya ada peluang untuk jujur dan ada peluang untuk dusta. Tinggal memilih. Barang siapa yang ingin enteng untuk melakukan kebaikan, mudah untuk beramal shaleh dan mengharapkan ampunan Allah swt, maka kejujuran yang harus dilakuan. Utamanya kejujuran atau keselarasan iman yang sesuai dan cocok dengan bukti amal dan perbuatannya. Walaupun mungkin resikonya kerugian materi yang diterima pada awalnya.
Dan barang siapa yang mengingikan kemenangan sementara atau kesenangan sesaat silahkan untuk melakukan kebohongan. Akan tetapi resikonya adalah kehinan diakhir hidupnya. Orang tidak akan memprcayai lagi, belum kelak diakhirat harusmempertanggungjawabkan apa yang di ucapkan itu. Dan mesti ingat orang dapat berbohong semuanya, tetapi tidak semua orang dapat di bohongi. Kejujuran harus dimiliki oleh semua manusia khususnya yang beriman, apakah ia itu pemimpin negeri, ulama, pengusaha, penguasa, pendidik, pegawai buruh, atau pun kuli,dan masyarakat pada umumnya jika berkinginan negerinya ada dalam keberesan kemaslahatan, aman dan tentram. Mulailah kejujuran iman ini kita terapkan dalam diri kita masing-masing terlebih dahulu. Semoga kita ada dalam perlidungan-Nya.Amin